Friday, February 25, 2005
Aksi Spektakuler yang Kurang Publikasi (kemana aja wahai kuli tinta???) *ini jerit hatiku
Hadirlah di Nanggroe Aceh Darussalam. Datang dan berjalanlah ke posko-posko bantuan pasca tsunami. Kunjungilah camp-camp pengungsian yang tersebar di berbagai tempat. Lemparlah pandangan mata ke banyak ruas-ruas jalan kota-kota Aceh, dan bebagai lokasi bencana. Kita pasti akan mendapatkan suasana yang hampir mirip ada di berbagai tempat itu. Mata kita, pasti akan dengan mudah menangkap sejumlah orang yang nyaris tak pernah berhenti melakukan aksi-aksi sosial. Mereka, anak-anak muda yang sejak hari pertama pasca tsunami sudah hadir dan berkeliaran di lokasi-lokasi bencana. Awalnya jumlah mereka hanya puluhan orang, tapi kini jumlahnya sudah mencapai angka ribuan orang. Mereka mayoritas bukan orang-orang setempat, melainkan datang dari berbagai penjuru nusantara. Dari kostum dan atributnya, kita pasti segera mengetahui bahwa mereka adalah kader-kader PK Sejahtera. Truk dan tronton yang membawa bantuan begitu sering berlalu lalang di wilayah Aceh Besar, lokasi pusat posko inti bantuan untuk Aceh. Kesan di atas adalah pendapat para warga dan wartawan media massa manapun yang sempat hadir di pekan pertama dan kedua paska bencana. Seorang wartawan radio terkenal di nusantara menyerahkan bantuan sosial yang disalurkan pendengarnya nmelalui sayap-sayap posko PK Sejahtera yang tersebar di berbagai titik. Ia beralasan, “Saya sendiri yang melihat sejak hari pertama paska bencana, PK Sejahtera saja yang sudah memulai gerakan pertolongan dan penyelematan.” Di mata masyarakat Aceh, PK Sejahtera juga mempunyai nilai istimewa. Seorang pengendara ojek motor yang kami tumpangi saat melihat sejumlah kader PK Sejahtera spontan saja mengatakan, “Kami di sini sudah percaya betul dengan mereka…” Ia mengatakan hal itu sambil mengarahkan pandangannya kepada kade PK Sejahtera dan poskonya yang selalu ramai dengan aktivitas bantuan kepada para korban. Ada sejumlah pengalaman lain yang hampir mirip dengan pengalaman kami itu. Sayangnya, aksi-aksi seperti itu kurang publikasi. Para kader dan relawan Aceh memang begitu sibuk menggelar aksi dan melayani para pengungsi. Dalam beberapa malam, mereka bahkan kerja hingga pukul 12 malam untuk sekedar bongkar muat logistik yang datang beeertrruk-truk sepanjang hari. Keegiatan itu bahkan harus dilakukan ulang, saat mereka akan melakukan ekspansi pengiriman bantuan ke lokasi bencana yang lain. Mereka harus mengembalikan lagi barang-barang bantuan logistik itu ke truk-truk yang sudah siap berangkat. Belum lagi langkah koordinasi dan persiapan mereka yang terus menerus dilakukan setiap malam, untuk melakukan aksi-aksi keesokan harinya. Rapat-rapat yang sangat melelahkan karena sering harus melewati ambang permulaan hari, alias melewati jam 12 malam. Sekali lagi, sayang. Tak ada konferensi pers yang diselenggarakan oleh para relawan itu. Tak ada juga media center yang melayani informasi kegiatan relawan PK Sejahteraa di Aceh dan berbagai tittik di Sumut. Kalaupun ada wartawan yang hadir, itu pun kebanyakan wartawan media ‘sendiri’, yang isinya tidak lain kader-kader PK Sejahtera sendiri. Padahal, sekedar membuat press release beisi aktivitas satu hari Posko PK Sejahtera, lalu mengundang para insan pers ke lokasi posko, tidak seberapa sulit. Sebabnya, paraa wartawan media itu umumnya ‘mangkal’ di pendopo Gubernuran menanti berita. Mungkin, kesibukan begitu menyita pemikiran para relawan itu. Mungkin, keadaan yang begitu menuntut peeercepatan begitu menguras perhatian mereka. Mungkin, tidak sedikit di antara mereka yang masih merasa ‘tabu’ mempublikasikan aksi-aksi sosialnya dengan alasan menjaga keikhlasan. Mungkin, mereka memang beelum menaruh perhatian serius menggalang opini umum guna menarik pembeeritaan di media massa. Ada pula asumsi yang mengatakan bahwa media massa umumnya memang dikendalikan oleh kepentingan yang menyebabkannya sangat membatasi porsi pemberitaan aksi-aksi PK Sejahtera. Bagaimanapun, ada salah satu ungkapan yang pernah dikatakan mantan PM Turki Necmettin Erbakan dan kini sudah akraab di pikiran para jurnalis media Islam: “Media massa adalah pilar keempat seteelah trias politica yang sangat menentukan perjalanan sebuah bangsa.” Majalah Da’watuna, edisi 6/th. 01/Januari-Februari 2005 Yup….ternyata aksi seperti ini memang jarang sekali lewat di layar kaca. Pernah saat 1-2 hari setelah bencana, diberitakan bahwa DPP PK Sejahtera di Jakarta sudah kebanjiran bantuan dan akan segera disalurkan. Saya sempat melontarkan ucapan, “Mmh…mana partai yang lain, ya?!” Tiba-tiba Ibu saya yang sedang menonton juga bilang, “Husy…ulah kitu, riya eta mah.” (jangan begitu, itu riya) Gedubrak….dezigh…astaghfirullah’aladzhim…semoga bukan. Tapi saya saja, yang cuma merasa bagian dari mereka yg sigap membantu, sempat ada rasa bangga melihat kesigapan mereka, apalagi kalo mereka harus bilang2 mengenai bantuan itu. Wah..wah…bisa2 setan datang ngeganggu deh. Begitu berat menjaga hati tetap ikhlas. Walau begitu, berita memang diperlukan agar masyarakat tahu yang terjadi di lapangan. Mungkin semua itu kembali lagi pada kepandaian hati dalam menjaga keikhlasan, semoga Allah mendekatkan pertolongan-Nya, aamiin. Fur kader2 dakwah di mana pun Antum berada, keep fighting against the evil. May Allah bless you all.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment